Sabtu, 13 April 2013

Empat Sekawan Yang ga Pernah Serius

Relubis nama panggilannya, nama aslinya sih Reza Lubis,tapi teman-teman sekolahnya biasa manggil dia Relubis,mungkin biar terkesan singkat barangkali. Seorang remaja cowok kelas dua SMU,sedang bandel-bandelnya,suka dengerin musik dan maen gitar walaupun terkadang antara suara gitar sama lagunya jalan masing-masing alias gak pernah nyambung,tapi doi tetep cuek bebek. Dan seperti kebanyakan anak-anak muda zaman sekarang doi seneng banget kumpul-kumpul nongkrong bareng temen-temen sambil ngeceng godain cewek-cewek,walaupun hasilnya udah gampang ditebak,yaitu kebanyakan ditolak! Tapi lagi-lagi doi tetep senang dan bahagia. Sebenarnya Relubis gak jelek-jelek amat, bahkan boleh dibilang "agak manis" kalau dibandingkan dengan beberapa temen-temen sekelasnya,menurut dia. Apalagi kalo dibandingkan sama buah "pare" hi..hi...hi...Tapi bukannya doi kagak laku,cuma memang untuk saat ini doi enggak mau pacaran dulu, menurutnya, pertama pacaran itu membelenggu kebebasan, tidak bìsa bertindak sesuka hati,
bawaannya curiga dan takut dicurigai. Kedua pacaran itu jelas mengganggu konsentrasi belajar,dan ketiga pacaran itu cenderung merubah gaya hidup seseorang lebih bergaya konsumtif. Pengen beliin pacar inilah, itulah, kadang-kadang yang gak pentingpun dibeli untuk meningkatkan kredibilitas kita di depan sang pacar, boros kan jadinya? (bilang aja bokek!).
      Relubis tinggal di pinggìran Jakarta bersama ibu dan adik perempuannya yang bernama Maria Lubis, tapi biasa dipanggil Ria. Ayah mereka sudah tiada,meninggal sekitar tiga tahun yang lalu akibat penyakit komplikasi yang dideritanya. Jadilah kini mereka tinggal bertiga, mengisi hari-hari berjuang menghadapi kerasnya kehidupan dan persaingan. Tapi tak nampak sedikitpun mereka menyerah, mereka tetap ceria, full tawa dan semangat dalam menjalani kehidupan mereka. Ibunya Relubis bertahan hidup dengan mengandalkan gaji pensiunan almarhum suaminya, ditambah dengan membuka warung kelontong kecil-kecilan, terkadang berkat keahliannya memasak, tak jarang ibunya Relubis mendapat job order tambahan katering nasi bok pesanan para tetangganya yang sedang punya hajat. Relubis memang lebih enjoy dipanggil Relubis ketimbang Reza Lubis. Masalahnya di kelasnya ada dua
orang murid bernama Reza. Pertama doi, dan satu lagi seorang murid perempuan bernama Reza Maharani. Atas dasar inilah doi gak mau dipanggil Reza, alasannya takut salah panggil. Doi ataukah si Reza satunya itu. Pernah suatu hari Pak Asdil guru Fisika di dalam kelas berkata,"anak-anak,hasil ulangan fisika kalian minggu lalu benar-benar mengecewakan, sangat memalukan!" "Apa saja sebenarnya yang kalian pelajari?" tanya Pak Asdil. Semua tidak ada yang berani menjawab. Pak Asdil memang dikenal sebagai guru "killer" di sekolah itu. Lebih-lebih beliau membawakan mata pelajaran Fisika yang notabenenya adalah "pelajaran susah", sehingga lebih menambah keangkeran pada kharisma pak Asdil. Sambil memegang dan memperhatikan hasil ulangan para muridnya, pak Asdil pun berujar,"tapi ada juga satu di antara kalian yang mendapatkan hasil memuaskan." "Murid ini selayaknya dapat menjadi contoh oleh kalian semua." sambung pak Asdil. Semua murid saling berpandangan mencoba menerka-nerka,siapa murid percontohan itu. "Murid
yang berhasil mendapatkan nilai seratus adalah....Reza!" cetus pak Asdil sambil memperlihatkan kertas hasil ulangan itu ke seluruh isi kelas. "Coba mana Reza, maju ke depan!" lanjut pak Asdil. Kontan seluruh isi kelas bertepuk tangan memberi applaus kepada Reza sang murid percontohan. "Bis,Reza! Maju luh, dipanggil pak Asdil tuh!" sergah si Arzun teman sebangku Relubis. Relubis yang memang lagi gak fokus dan ngantuk berat akibat begadang bantuin ibunya mengepak ratusan nasi kotak pesanan tetangga semalam langsung berjalan pede menuju meja pak Asdil. Pak Asdil langsung memberikan kertas hasil ulangan seraya menjabat tangan Relubis. "Selamat, kamu memang hebat! Saya puas dengan cara belajarmu." puji pak Asdil. Relubis menerima kertas hasil ulangan fisikanya. Matanya ke sudut kanan atas kertas itu. Di sana tertera angka seratus, ditulis dengan spidol biru dan dilingkari pula. Di sampingnya tertera pula paraf milik pak Asdil
sebagai tanda sahnya nilai tersebut dan tak dapat diganggu gugat. Ada rasa ragu pada hati Relubis tatkala melirik tulisan di kertas itu. Begitu rapi dan imut,serta modis. Tapi rasa gak konsennya akibat ngantuk berat mengalahkan rasa ragunya itu. Bagaikan seorang aktor yang memenangkan award dalam sebuah acara penghargaan, Relubis tidak langsung duduk ke bangkunya, tapi doi malah berdiri di muka kelas seraya berpidato, "Assalamualaikum, selamat pagi semua!" ujar Relubis. "Waalaikumsalam..pagi bis." jawab teman-teman serempak. "Pertama-tama saya ucapkan puji dan syukur kepada Alloh SWT, ibu dan adik saya, teman-teman semua, khususnya Tito,jujur yang telah memberikan contekan pada saya sehingga saya berhasil mendapat nilai seratus, supremasi tertinggi harga sebuah nilai." sambung Relubis sambil terisak menahan ngantuk.
      Kontan seisi kelas bergemuruh, melakukan standing applause menyambut pidato noraknya Relubis. Lebih-lebih Tito yang sekilas namanya disebut-sebut. Ada rasa khawatir sekaligus bangga berharap nilainya sama,atau paling tidak gak jauh beda sama Relubis. "Kamu tetap di situ!" sergah pak Asdil mencegah Relubis kembali ke bangkunya. "Bapak ingin menunjukkan pada kalian semua dua figur murid
yang berbeda, pemenang dan pecundang!" kata pak Asdil dingin. "Sekarang bapak panggil murid yang mendapat nilai terendah,rupanya ada dua orang yang mendapatkan nilai telor alias nol besar!" "Coba kamu
maju Tito, dan satunya lagi....reza?" "kok Reza lagi?" pak Asdil bertanya sendiri. Murid-murid ikutan bingung," Reza mana pak? ada dua nih?" tanya kuple teman sebangku Tito. Tito kelihatan pasrah. "Reza....Reza Lubis, siapa itu?" tanya pak Asdil polos. "Itu pak!" jawab anak-anak sambil menunjuk ke arah Relubis disertai tertawa kompak. "Kammmu toh?" tanya pak Asdil sambil membenarkan letak kaca matanya seraya menatap sinis pada Relubis. Yang ditanya cuma nyengir kuda."Dasar mra'bal ente!" (lah kok kaya bang Ma'did)."Ayo kamu berdua,sekarang push-up seratus kali sesuai nilai palsumu yang pertama!" bentak pak Asdil. Relubis dan Tito pun pingsan dengan sukses! ******


sumber : http://www.kumpulanceritafiksi.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar